Sabtu, 17 Maret 2012

TP Pembiakan Tanaman I Acara "Kedalaman Tanam"


BAB 1. PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Setiap makhluk hidup memiliki perbedaan dalam melakukan pembiakan dalam hidupnya. Termasuk didalamnya adalah tumbuhan. Tumbuhan merupakan salah satu makhluk hidup yang memiliki cara pembiakan yang beragam. Setiap makhluk hidup melakukan pembiakan dalam kehidupannya agar dapat mempertahankan keturunanya. Pembiakan pada tumbuhan dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu vegetatif dan generatif. Pembiakan dengan cara generatif dapat dilakuakan dengan menggunakan biji/benih. Biji/benih setelah ditanam pada kondisi lingungan yang mengunungkan akan berkecambah, bila biji tersebut dikecambahkan pada media pertanaman akan muncul bibit yang dalam pertumbuhan selanjutnya akan menjadi tanaman dewasa.
Teknik dan tatacara penanganan benih dan persemaian berkaitan erat dengan sistim biologi benih yang bersangkutan. Untuk mengerti sejauh mana pengaruh penanganan benih dan persemaian terhadap mutu benih, perlu diketahui dasar-dasar genetik dan biologi benih. Di dalam kegiatan-kegiatan penanganan benih dan persemaian, hasil terbaik dapat diperoleh apabila pengetahuan tentang dasar-dasar ini digunakan secara tepat.
Benih merupakan komponen penting teknologi kimiawi-biologis yang pada setiap musim tanam untuk komoditas tanaman pangan masih menjadi masalah karena produksi benih bermutu masih belum dapat mencukupi permintaan pengguna/petani. Benih dari segi tehnologi diartikan sebgai organism mini hidup yang dalam keadaan istirahat atau dorman yang tersimpan dalam wahana tertentu yang digunakan sebagai penerus generasi. Oleh karena itu dalam pemilihan benih haruslah benih yang benar-benar baik yang akan dijadikan sebagai bakal dari tanaman. Benih bermutu adalah benih murni dari suatu varietas, berukuran penuh dan seragam, daya kecambah di atas 80% dengan bibit yang tumbuh kekar, bebas dari biji gulma, penyakit, hama, atau bahan lain. Dalam penanamannya, benih tidak sepenuhnya tumbuh secara normal. Karena benih mengalami dormansi. Dormansi adalah suatu keadaan dimana pertumbuhan tidak terjadi walaupun kondisi lingkungan mendukung untuk terjadinya perkecambahan. Dormansi disebabkan oleh berbagai macam hal diantaranya adalah; kulit benih yang impermeabel dan keadaan embriyo dari benih tersebut. Rendahnya / tidak adanya proses imbibisi air yang disebabkan oleh struktur benih (kulit benih) yang keras, sehingga mempersulit keluar masuknya air ke dalam benih. Respirasi yang tertukar, karena adanya membran atau pericarp dalam kulit benih yang terlalu keras, sehingga pertukaran udara dalam benih menjadi terhambat dan menyebabkan rendahnya proses metabolisme dan mobilisasi cadangan makanan dalam benih. Resistensi mekanis kulit biji terhadap pertumbuhan embrio, karena kulit biji yang cukup kuat sehingga menghalangi pertumbuhan embrio. Pada tanaman pangan, dormansi sering dijumpai pada benih padi, sedangkan pada sayuran dormasni sering dijumpai pada benih timun putih, pare dan semangka non biji. Untuk itu perlu dilakukan peretasan terhadap benih agar benih dapat tumbuh dengan baik. Tumbuhan dapat kita kembangbiakan dari biji yang terdapat pada buah. Tetapi tanaman yang bersal dari buah ini akan banyak menimbulkan sifat variasi yang akan tidak sama dengan induknya.

1.2  Tujuan
1.      Untuk mengetahui struktur kecambah dua macam jenis benih dan mengetahui keragaan perkecambahannya.
2.      Untuk melatih mahasiswa agar dapat melakukan uji jejuatan tumbuh (vigor) bibit, dan memahami relevansi uji kedalaman tanam.


BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA


Apabila dikaitkan dengan tujuan pemanfaatanya, biji mempunyai dua pengertian, yaitu biji dan benih. Biji mempunyai makna yang lebih luas dari pada benih. Biji dapat digunakan untuk bahan pangan, pakan tenak (hewan), atau bahan untuk ditanam selanjutnya. Sedangkan benih adalah biji terpilih yang hanya digunakan untuk penanaman selanjutnya dalam rangka untuk mengembangkan tanaman atau memproduksi biji baru (Ashari,1995).
Tanaman baru yang berasal dari biji (benih), umumnya akan serupa dengan tanaman induknya, apabila tidak terjadi intervensi tepung sari asing yang tidak diinginkan jatuh pada stikma(kepala putik). Suatu perkecualian yang terjadi pada beberapa jenis tanaman seperti pada beberapa spesies rumputan dan Citrus, dimana dihasilkan biji (asexual seed), aparatus (egg apparatus). Jadi di sini tidak terjadi pembuahan antara telur dan sperma (fertilization); juga tidak terjadi campuran sifat dari tepung sari (ayah) dan sel telur (mother sell) atau telur. Pada keadaan seperti ini, embrio seluruhnya dibentuk dari sel tanaman induk. Karena itu sifat keturunannya identik dengan sifat tanaman induk (Kamil, 1979).
Penyapihan dilakukan setelah bibit tumbuh setinggi 5-10 cm untuk tanaman berbiji kecil dan 15-20 cm untuk tanaman berbiji besar. Sebelum dipindahkan, lakukan penyeleksian bibit terlebih dahulu. Hanya bibit yang tumbuh subur dan kekar dengan perakaran lurus yang dipindahkan. Sementara itu, bibit yang tumbuh lambat, kerdil, tidak sehat dan perakarannya bengkok sebaiknya dibuang. Pemindahan dilakukan dengan mengangkat bibit secara hati hati dari persemaian beserta media yang ada di sekitar perakarannya. Usahakan tidak ada akar bibit yang putus atau rusak agar kondisinya tetap baik saat ditanam di media sapih. Untuk bibit yang tumbuh di bedeng semai tidak perlu dipindahkan semuanya, hanya untuk penjarangan. Sementara itu, sisanya tetap dibiarkan tumbuh di bedeng semai dan disampih sampai cukup besar untuk disambung, diokulasi, atau ditanam di lahan. Bibit yang tumbuh secara individual di dalam polibag tidak perlu dipindahkan sampai siap tanam di lahan (Redaksi Agromedia,2007).
Bahwa keadaan lingkungan di lapangan itu sangat penting dalam menentukan kekuatan tumbuh bibit adalah sangat nyata dan perbedaan kekuatan tumbuh bibit dapat terlihat nyata dalam keadaan lingkungan yang kurang menguntungkan. Di samping itu kecepatan tumbuh bibit dapat pula menjadi petunjuk perbedaan kekuatan tumbuh. (Harjadi, 1979)
Dalam ilmu teknologi benih yang dimaksud dengan bibit adalah tumbuhan muda yang makanannya tergantung kepada persediaan bahan makanan yang terdapat dalam biji. Pada kondisi menguntungkan suatu biji akan berkecambah. Apabila biji tersebut akan dikecambahkan pada medium tanah akan terjadi suatu peristiwa dimana bibit muncul diatas permukaan tanah. Berdasarkan letak cotyledon atau scutellum terhadap permukaan tanah maka didapat 2 tipe bibit yaitu epigeal dan hypogeal (Hasbi, 2000).
Komponen biji adalah struktur lain di dalam biji yang merupakan baagian dari kecambah, seperti calon akar (radicle), calon daun/batang (plumule) dan sebagainya. Sebelum embrio memulai aktivitasnya, selalu didahului dengan proses fisiologis hormon dan enzim. Dengan demikian,  ada dua jenis aktivitas yaitu aktivitas morfologi dan aktivitas kimiawi. Aktivitas morfologi ditandai dengan pemunculan organ-organ tanaman seperti akar, daun dan batang. Sedangkan aktivitas kimiawi diawali dengan dengan aktivitas hormon dan enzim yang menyebabkan terjadinya perombakan zat cadangan makanan seperti kaarbohidrat, protein, lemak dan sebagainya. Proses kimiawi berperan sebagai penyedia energi yang akan digunakan dalam proses morfologi, dengan demikian kandungan bahan kimia yang terdapat dalam biji merupakan faktor yang sangat menentukan dalam perkecambahan biji (Ashari, 1995).
Ada dua peristiwa yang terjadi pada masa perkecambahan yaitu infiltrasi air merupakan peristiwa masuknya air menembus kulit biji hingga ke dalam biji dan imbibisi melalui sel-sel aleuron, air yang masuk kedalam biji diserap oleh zarrah-zarrah koloig sehingga terjadi pembengkakan. Kulit gabah yang tidak dapat menahan desakan dari dalam akan pecah sehingga calon akar dan  calon batang yang terdapat pada ujung benih akan keluar. Akan yang tumbuh memanjang akan diikuti oleh pertumbuhan batang (Kanisius,1990).
Tumbuhan yang masih kecil, belum lama muncul dari biji dana masih hidup dari persediaan makanan yang terdapat dalam biji (Tjitrosoepomo, 1985).
Epigeal terjadi apabila perbentangan luas batang dibawah daun lembaga atau hipokotil sehingga mengakibatkan daun lembaga kotiledon ke atas tanah. Sedangkan hypogeal terjadi apabila pembentangan luas batang teratas atau epikotil sehingga daun lembaga ikut tertarik ke atas tanah tetapi kitoledon tetap dibawah tanah (Pratiwi, 200).
Proses metabolism perkecambahan :
1.         Tahap pertama : Dimulai dengan proses penyerapan air oleh benih, melalui kulit benih dari hidrasi protoplasma.
2.         Tahap kedua : Dimulai dengan kegiatan enzim dan sel serta naiknya tingkat respiorasi benih.
3.         Tahap ketiga : Terjadi penguraian bahan-bahan seperti karbohidrat, lemak dan protein menajdi bentuk-bentuk yang terlarut dan ditranslokasikan ke titik tumbuh.
4.         Tahap keempat : Asimilasi dari bahan-bahan yang telah diuraikan tadi didaeraah meristematik untuk mengahsilkan energy bagi pembentukan komponen dan pertumbuhan se-sel baru.
5.         Tahap kelima : Pertumbuhan dari kecambah melalui proses pembelahan, pembesaran, dan pembagian sel-sel pada titik-titik tumbuh (Sutopo, 2002).
Perbanyakan duku dengan biji mempunyai tingkat keberhasilan cukup tinggi, Tetapi tanaman membutuhkan waktu cukup lama untuk berbuah. Mendiola (1922) dan Polo (1926) menyatakan, pertumbuhan bibit duku asal biji sangat lambat, terutama setelah berumur 1−2 tahun. Gusniwati (2001) juga menyatakan, perbanyakan bibit duku dengan biji memiliki beberapa kelemahan, yaitu masa tanaman belum menghasilkan cukup lama, sekitar 20−25 tahun, dan tanaman yang dihasilkan tidak selalu sama dengan induknya (Supriatna, 2010).
Persemaian merupakan titik awal yang menentukan keberhasilan pembangunan hutan tanaman. Pengadaan bibit melalui persemaian ini mengandung berbagai permasalahan, diantaranya permasalahan penyakit. Beberapa patogen umumnya menyukai anakan semai karena kondisi fisiologisnya yang sangat lemah dan rapuh. Baker (1950) menggambarkan kondisi fisiologis tanaman sebelum mencapai pertumbuhan yang mantap yaitu, tingkat sukulen, yang berlangsung beberapa minggu, mulai dari saat munculnya benih di atas permukaan tanah hingga hipokotil mengeras. Tingkat juvenil, yaitu mulai mengerasnya hipokotil hingga periode yang tidak tertentu, yang tergantung pada kondisi lingkungan anakan tersebut (Anggraeni, 2009).
Dalam rangka perbanyakan pohon-pohon terseleksi di kebun benih telah dilakukan penelitian teknik perbanyakan vegetatif, dengan hasil yang memuaskan. Pembiakan vegetatif sangat diperlukan karena bibit hasil pengembangan secara vegetatif merupakan duplikat induknya sehingga mempunyai struktur genetik yang sama (Na’iem, 2000). Keuntungan lain dari pembiakan secara vegetatif adalah untuk pembangunan kebun benih klon, bank klon dan perbanyakan tanaman yang penting dari hasil kegiatan pemuliaan seperti hibrid yang steril atau tidak dapat bereproduksi secara seksual serta perbanyakan masal tanaman terseleksi (Khan, 1993). Demikian pula Campinhos (1993) menyampaikan bahwa penggunaan teknik pembiakan vegetatif pada tanaman hutan diperlukan untuk konservasi genetik dan meningkatkan tingkat ketelitian pada uji genetik dan non genetik atau mengurangi eror variasi (Adinugraha, 2007).
Pengujian viabilitas dan vigor benih di laboratorium menggunakan tolok ukur daya berkecambah (DB), kecepatan tumbuh relatif (KCT relatif ), indeks vigor (IV), laju pertumbuhan kecambah (LPK), accelerated ageing (AA) dan uji TZ. Pada pengujian TZ, benih dilembapkan dalam kertas basah selama 18 jam pada 20oC. Selanjutnya benih direndam dalam larutan tetrazolium klorida 1% dalam buffer fosfat selama 6 jam, 30oC pada kondisi gelap (ISTA, 2003). Pengamatan dilakukan dengan mengelompokkan benih sesuai dengan pola topografi pewarnaan yang terbentuk. Dihitung persentase jumlah benih dalam tiap pola. Pengujian-pengujian tersebut menggunakan 50 benih dengan delapan ulangan (Dina, 2007).




BAB 3. METODOLOGI
3.1.Tempat dan Waktu
Praktikum Struktur Pertumbuhan Bibit dan Uji Kedalaman Tanam dilakukan di Laboratorium Produksi Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Jember pada hari Kamis tanggal 15 Maret 2012 pukul 14.00 WIB sampai selesai.

3.2.Alat dan Bahan
3.2.1.      Alat
1.      Substrat tanah
2.      Substrat pasir
3.      Bak pengecambah
4.      Penggaris
5.      Hand sprayer penyemprot air

3.2.2.      Bahan
1.      Benih monokotil (padi atau jagung)
2.      Benih dikotil (kakao atau kacang tanah)

3.3.Cara Kerja
1.      Membuat media tanam berupa campuran tanah top soil dan pasir perbandingan 1 : 1, kemudian dibersihkan dan diayak halus.
2.      Masukkan campuran media tanam kedalam bak pengecambah hingga ½ -  2/3 tinggi bak (untuk kedalaman 2,5 – 7,5), siam sampai kelembapan secukupnya.
3.      Tanam 20 -25 butir benih monokotil (jagung atau padi) sebanyak 20 – 25 benih dan dikotil (kakao atau kacang tanah) dengan kedalaman 2,5 ; 5,0 dan 7,5 cm dalam tiga ulangan.
4.      Tutup benih yang telah ditanam dengan campuran tanah lembab yang sama setinggi kedalaman tanam.
5.      Setiap bak pengecambahan ditanam satu macam jenis benih dengan kedalaman tertentu (sesuai perlakuan) sebanyak tiga lajur (3 ulangan). Jangan lupa untuk menjaga kelembapan substrat setiap saat.

DAFTAR PUSTAKA
Adinugraha, Hamdan Adma.,dkk. 2007. Pertumbuhan Stek Pucuk dari Tunas Hasil Pemangaksan Semai Jenis Eucalyptus pellita F. Muell di Persemaian. Jurnal Pemuliaan Tanaman Hutan Vol.1 No.1:1-2

Anggaeni, Ila., dkk. 2009. Pengendalian Cylindrocladium sp. Penyebab Penyakit Lodoh Pada Bibit  Acacia mangium Wild Dengan Fungsi Antagonis  Trichoderma sp. dan Gliocladium sp. Jurnal Penelitian Hutan Tanaman Vol.6 No.4:2

Ashari, S. 1995. Holtikultura Aspek Budidaya. Jakarta : Universitas Indonesia.

Dina, dkk. 2007. Pola Topografi Pewarnaan Tetrazolium sebagai Tolok Ukur Viabilitas dan Vigor Benih Kedelai (Glycine max L.Merr.) untuk Pendugaan Pertumbuhan Tanaman di Lapangan. Jurnal Bul. Agron 35(2):2

Hasbi, R.2000. Teknologi Benih.Jakarta:Bumi Aksara.

Harjadi. 1979. Koperasi Pemasaran Hortikultura: Keberhasilan dan Kendala. Media Komunikasi dan Informasi. April No. 16 Vol. IV, hal. 31.

Kamil, Jurnalis. 1979. Teknologi Benih I. Padang : Angkasa Raya

Kanisuis, A. A.1990.Budidaya Tanaman Padi.Yogyakarta:Kanisius.

Pratiwi. 2000. Biologi. Jakarta : Erlangga

Redaksi Agromedia. 2007. Kunci Sukses Memperbanyak Tanaman. Agromedia Pustaka. Jakarta. Cet. Ke-3 2008.

Supriatna, Ade., dkk. 2010. Teknologi Pembibitan Duku dan Prospek Pengembangannya. Jurnal Litbang Pertanian 29(1):2

Tjitrosoepomo, Gembong. 1985. Morfologi Tumbuhan. Yogyakarta : UGM Press

Tidak ada komentar:

Posting Komentar