Sabtu, 17 Maret 2012

TP Pembiakan Tanaman I Acara "Sambung"


BAB 1. PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Pembiakan dengan cara vegetatif adalah pembiakan yang menggunakan bagian-bagian pada tanaman tersebut seperti batang, daun, akar, ranting, umbi, pucuk untuk menghasilkan individu baru. Pembiakan dengan cara ini lebih banyak digunakan karena memiliki keunggulan yaitu, produk yang dihasilkan memiliki sifat yang mirip dengan induknya. Prinsip dari pembiakan vegetatif ini adalah merangsang tunas adventif yang ada pada bagian tersebut sehingga dapat tumbuh dengan sempurna, yaitu memiliki akar, daun, dan batang sekaligus.
Grafting atau penyambungan merupakan metode perbanyakan vegetatif buatan.Grafting/penyambungan adalah seni menyambungkan 2 jaringan tanaman hidup sedemikian rupa sehingga keduanya bergabung dan tumbuh serta berkembang sebagai satu tanaman gabungan. Teknik apapun yang memenuhi kriteria ini dapat digolongkan sebagai metode grafting. Sedangkan budding adalah salah satu bentuk dari grafting, dengan ukuran batang atas tereduksi menjadi hanya satu mata tunas. Tanaman bagian atas disebut entris atau batang atas (scion), sedangkan tanaman batang bawah disebut understam atau batang bawah (rootstock). Batang atas berupa potongan pucuk tanaman yang terdiri atas beberapa tunas dorman yang akan berkembang menjadi tajuk, sedang batang bawah akan berkembang menjadi sistem perakaran .
Alasan-alasan dilakukannya penyambungan antara lain untuk menghasikan sifat-sifat klon yang tidak dapat dilakukan dengan cara stek atau mencangkok, untuk memperbaiki jenis-jenis tanaman, untuk mempercepat berbuahnya dari bibit yang diseleksi, untuk memperbaiki bagian-bagian pohon yang rusak. Dan alasan lain untuk melakukan grafting adalah : memperoleh keuntungan dari batang bawah tertentu, seperti perakaran kuat, toleran terhadap lingkungan tertentu, mengubah kultivar dari tanaman yang telah berproduksi, yang disebut top working, mempercepat kematangan reproduktif dan produksi buah lebih awal, mempercepat pertumbuhan tanaman dan mengurangi waktu produksi, mendapatkan bentuk pertumbuhan tanaman khusus dan memperbaiki kerusakan pada tanaman. Aplikasi grafting juga dapat dilakukan untuk membuat satu tanaman dengan jenis yang berbeda-beda, untuk mengatasi masalah polinasi, dalam kasus self-incompability atau tanaman berumah dua .
     
1.2  Tujuan
1.      Untuk mengetahui dan mempelajari cara-cara penyambungan.
2.      Untuk mengetahui pengaruh perlakuan pengurangan daun, terhadap keberhasilan penyambungan tanaman.


BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
Usaha untuk memperbanyak jenis dan mempertahankan kelestarian jenis tanaman perlu, dilakukan pembiakan tanaman. Pembiakan tanaman dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu cara pembiakan tak kawin (vegetatif) dan pembiakan kawin (generatif). Pembiakan tak kawin berlangsung dengan cara pelepasan organ vegetatif dari tumbuhan induknya yang kemudian tumbuh menjadi individu baru. Cara pembiakan tak kawin ini berlangsung tanpa perubahan susunanan kromosom, sehingga sifat yang diturunkan sama dengan sifat induknya. Yang termasuk pembiakan vegetatif antara lain okulasi, stek, cangkok, sambung, graffting (Jumin, 2002).
Keuntungan penggunaan teknik pembibitan secara vegetatif antara lain keturunan yang didapat mempunyai sifat genetik yang sama dengan induknya, tidak memerlukan peralataan khusus, alat dan teknik yang tinggi kecuali untuk produksi bibit dalam skala besar, produksi bibit tidak tergantung pada ketersediaan benih/musim buah, bisa dibuat secara kontinyu dengan mudah sehingga dapat diperoleh bibit dalam jumlah yang cukup banyak, meskipun akar yang dihasilkan dengan cara vegetatif pada umumnya relatif dangkal, kurang beraturan dan melebar, namun lama kelamaan akan berkembang dengan baik seperti tanaman dari biji, umumnya tanaman akan lebih cepat bereproduksi dibandingkan dengan tanaman yang berasal dari biji (Pudjiono, 1996). Menurut Khan (1994) pembibitan secara vegetatif sangat berguna untuk program pemuliaan tanaman yaitu untuk pengembangan bank klon (konservasi genetik), kebun benih klon, perbanyakan tanaman yang penting hasil persilangan terkendali, misalnya hybrid atau steryl hybrid yang tidak dapat bereproduksi secara seksual, perbanyakan masal tanaman terseleksi (Adinugraha, dkk, 2007).
Menyambung (grating) adalah salah satu pembiakan vegetative, dimana menggabungkan batang bawah dan batang atas dari tanaman berbeda sedimikian rupa, sehingga tercapai persenyawaan dan kombinasi ini akan terus tumbuh membentuk tanaman baru.  Penyambungan mutlak memerlukan batang atas dan batng bawah.  Batang bawah sering juga disebut STOCK atau ROOK STOCK atau ENDERSTAM.  Ciri-ciri batang bawah adalah batang masih dilengkapi dengan akar.  Sedangkan batang atas yang di sambungkan sering disebut ENTRIES atau SCION.  Batang atas dapat berupa potongan batang atau biiasa juga batang yang masih berada pada pohon induknya (Saptarani, Widayanti dan lisa sari, 1999).
Teknik penyambungan ini biasa kita terapkan untuk beberapa keperluan yaitu membuat bibit tanaman unggul, memperbaiki bagian-bagian yang rusak dan juga untuk membantu pertumbuhan tanaman.  Dengan mengadakan penyambungan kita mengharapkan agar bibit yang kita hasilkan akan lebih unggul dari tanaman asanya (Batang bawah dan batang atas) (Wudianto, 2002).
Perbanyakan secara vegetatif (sambung pucuk) dapat menjadi alternatif dalam menyediakan bibit duku bermutu. Batang bawah dapat menggunakan jenis duku apa saja atau bahkan kokosan. Calon batang atas (entres) menggunakan pucuk dari pohon tua unggul. Cara ini akan memberikan dua keuntungan sekaligus, yaitu menghasilkan bibit berkualitas baik dan masa tanaman belum menghasilkan lebih singkat. Dengan pemeliharaan yang baik, duku sambungan dapat berbuah 4 tahun setelah penyambungan, jauh lebih cepat daripada duku asal biji yang mulai belajar berbuah setelah berumur 11 tahun. Sambung pucuk merupakan teknik pembibitan gabungan antara perbanyakan generatif (batang bawah) dan vegetatif (batang atas). Batang bawah berperan dalam sistem perakaran, sedangkan batang atas dalam produksi dan mutu (Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura 1990). Perbanyakan vegetatif melalui sambung pucuk mempunyai tingkat keberhasilan lebih tinggi dibandingkan okulasi. Ini karena tanaman duku mempunyai kulit yang tipis dan bergetah banyak sehingga mata okulasi agak sulit diambil (mata tunas sering sobek). Pembibitan duku melalui cangkokan jarang dilakukan karena kurang efisien, dari satu pohon hanya dapat diambil beberapa cangkokan. Di samping itu, bibit hasil cangkokan mempunyai akar yang kurang kokoh dibandingkan dengan bibit hasil sambung pucuk (Supriatna, dkk, 2010).
Tahapan penyambungan pucuk untuk memperoleh hasil yang optimal adalah sebagai berikut:
1) Batang bawah dipotong pada bagian kulit batang yang masih hijau setinggi 20−25 cm di atas permukaan tanah, bergantung pada tinggi bibit.
2) Batang bawah dibelah secara membujur sepanjang 2−2,50 cm pada bagian ujung tengahnya (seperti celah berbentuk huruf V).
3) Entres disayat bagian pangkalnya pada kedua sisi sepanjang 2−2,50 cm sehingga membentuk huruf V, lalu entres disisipkan ke dalam belahan batang. Pada waktu penyisipan, kambium entres harus bersentuhan langsung dengan kambium batang bawah lalu diikat dengan tali plastik.
4) Sambungan yang telah diikat kemudian dilindungi dengan sungkup plastik. Sungkup harus tertutup rapat sehingga udara luar tidak dapat masuk. Penyungkupan bertujuan untuk mengurangi penguapan dan mempertahankan kelembapan udara di sekitar sambungan agar tetap tinggi, antara 90−100%. Sungkup diletakkan di bawah naungan agar terlindung dari sinar matahari langsung.
5) Setelah 4 minggu, sambungan yang jadi akan tumbuh tunas. Bila batang atas menjadi layu dan mati maka penyambungan gagal.
6) Sungkup plastik dan tali pengikat dapat dilepas setelah 1,50−2 bulan setelah sambungan dinyatakan berhasil (Supriatna, dkk, 2010).
Pemeliharaan bibit hasil penyambungan meliputi penyiangan, penyiraman, pemupukan, dan pengendalian hama/ penyakit jika ada dengan menggunakan insektisida atau fungisida. Jenis hama/ penyakit yang menyerang benih sambung pucuk hampir sama dengan di persemaian batang bawah. Lama pemeliharaan bibit mulai dari penyambungan sampai siap dijual berkisar antara 18−24 bulan. Keberhasilan penyambungan sangat ditentukan oleh pertautan yang erat dari kambium kedua batang yang disambungkan. Winarno et al. (1990) menyatakan, faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan penyambungan dan penempelan tanaman adalah:
1) Faktor tanaman, mencakup keserasian antara batang bawah dan batang atas, kehalusan sayatan untuk memastikan persentuhan kambium, dan kesamaan ukuran batang bawah dan batang atas agar persentuhan kambium lebih banyak terjadi. Bila kulit kayu batang atas dan batang bawah mudah mengelupas maka kerusakan kambiumnya dapat dihindari. Pada batang bawah yang kurang sehat, proses pembentukan kalus pada bagian yang dilukai sering terhambat.
2) Faktor lingkungan. Penyambungan sebaiknya dilakukan pada musim kemarau karena pertumbuhan batang dalam keadaan aktif dan entres umumnya telah cukup masak. Suhu optimal waktu penyambungan adalah 25− 30°C dengan kelembapan udara yang tinggi.
3) Faktor pelaksanaan, mencakup keterampilan dan keahlian melaksanakan penyambungan maupun penempelan serta ketajaman alat yang digunakan (Supriatna, dkk, 2010).
Sambung samping merupakan salah satu cara merehabilitasi tanaman kakao tua dengan cara menyambungkan pucuk (entres) ke tanaman yang akan direhabilitasi. Entres dipilih dari klon yang produktivitasnya tinggi dan tahan terhadap hama penggerek buah kakao (PBK). Dalam waktu 1−2 tahun, tanaman sudah berbuah, lebih cepat dibandingkan dengan peremajaan menggunakan bibit yang membutuhkan waktu hingga tiga tahun bagi tanaman untuk mulai berbuah. Biasanya petani menyambungkan 1−3 entres pada satu tanaman tua (Limbongan, 2011).














BAB 3. METODOLOGI
3.1.Tempat dan Waktu
Praktikum pembiakan vegetatif dengan cara penyambungan (grafting) dilakukan di Laboratorium Produksi Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Jember pada hari Kamis tanggal 8 Maret 2012 pukul 14.00 WIB sampai selesai.

3.2.Alat dan Bahan
3.2.1.      Alat
1.      Plastik pengikat
2.      Timba
3.      Cutter

3.2.2.      Bahan
1.      Kamboja Jepang (Adenium)

3.3.Cara Kerja
1.      Menyiapkan bahan tanam yang akan digunakan sebagai batang bawah dan batang atas serta alat yang diperlukan.
2.      Memilih batang atas dan batang bawah dengan perlakuan sebagai berikut :
a. Batang atas daunnya dibuang
     b. Batang bawah daunnya tidak dibuang dengan menyisakan dua daun atau lebih.
3.      Batang bawah dipotong 3-5 cm diatas leher bonggol, kemudian mmebuat sayatan celah berbentuk huruf V kearah bawah sepanjang 1-1,5 cm.
4.      Memotong dan membuat sayatan batang atas berbentuk baji (lancip) sepanjang 1-1-1,5 cm.
5.      Menyisipkan batang atas (enters) kedalam celah batang bawah.
6.      Membalut sambungan dengan tali rafia atau plastic mulai dari atas kebawah.
7.      Kerudungi bidanag sambungan dengan kantong plastic transparan, dan letakkan di tempat teduh sekitar tiga minggu.
8.      Sambungan yang tumbuh akan muncul daun atau tunas baru.




























DAFTAR PUSTAKA
Adinugraha, Hamdan Adma, dkk. 2007. Teknik Perbanyakan Vegetatif Jenis Tanaman Acacia mangium. Jurnal Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan vol 5 No. 2:1

Hasan Basri Jumin. 2002. Dasar-dasar Agronomi. Edisi Revisi. Jakarta: RajaGrafindo Persada.

Limbongan, Jermia. 2011. Kesiapan Penerapan Teknologi Sambung Samping Untuk Mendukung Program Rehabilitas Tanaman kakao. Makassar: Jurnal Litbang Balai Pengkajian Teknologi Pertanian 30(4):2

Rini Wudianto, 2002.  Membuat Setek, Cangkok dan okulasi.  Jakarta: Penebar Swadaya.

Saptarani, Eti Widayanti dan Lila Sari, 1999. Cara Bercocok Tanaman Secara Vegetatif. Jakarta: Sinar Mas.

Supriatna, Ade, dkk. 2010. Teknologi Pembibitan Duku Dan Prospek Pengembangannya. Depok: Jurnal Litbang Pertanian 29(1):1-5

TP Pembiakan Tanaman I Acara "Kedalaman Tanam"


BAB 1. PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Setiap makhluk hidup memiliki perbedaan dalam melakukan pembiakan dalam hidupnya. Termasuk didalamnya adalah tumbuhan. Tumbuhan merupakan salah satu makhluk hidup yang memiliki cara pembiakan yang beragam. Setiap makhluk hidup melakukan pembiakan dalam kehidupannya agar dapat mempertahankan keturunanya. Pembiakan pada tumbuhan dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu vegetatif dan generatif. Pembiakan dengan cara generatif dapat dilakuakan dengan menggunakan biji/benih. Biji/benih setelah ditanam pada kondisi lingungan yang mengunungkan akan berkecambah, bila biji tersebut dikecambahkan pada media pertanaman akan muncul bibit yang dalam pertumbuhan selanjutnya akan menjadi tanaman dewasa.
Teknik dan tatacara penanganan benih dan persemaian berkaitan erat dengan sistim biologi benih yang bersangkutan. Untuk mengerti sejauh mana pengaruh penanganan benih dan persemaian terhadap mutu benih, perlu diketahui dasar-dasar genetik dan biologi benih. Di dalam kegiatan-kegiatan penanganan benih dan persemaian, hasil terbaik dapat diperoleh apabila pengetahuan tentang dasar-dasar ini digunakan secara tepat.
Benih merupakan komponen penting teknologi kimiawi-biologis yang pada setiap musim tanam untuk komoditas tanaman pangan masih menjadi masalah karena produksi benih bermutu masih belum dapat mencukupi permintaan pengguna/petani. Benih dari segi tehnologi diartikan sebgai organism mini hidup yang dalam keadaan istirahat atau dorman yang tersimpan dalam wahana tertentu yang digunakan sebagai penerus generasi. Oleh karena itu dalam pemilihan benih haruslah benih yang benar-benar baik yang akan dijadikan sebagai bakal dari tanaman. Benih bermutu adalah benih murni dari suatu varietas, berukuran penuh dan seragam, daya kecambah di atas 80% dengan bibit yang tumbuh kekar, bebas dari biji gulma, penyakit, hama, atau bahan lain. Dalam penanamannya, benih tidak sepenuhnya tumbuh secara normal. Karena benih mengalami dormansi. Dormansi adalah suatu keadaan dimana pertumbuhan tidak terjadi walaupun kondisi lingkungan mendukung untuk terjadinya perkecambahan. Dormansi disebabkan oleh berbagai macam hal diantaranya adalah; kulit benih yang impermeabel dan keadaan embriyo dari benih tersebut. Rendahnya / tidak adanya proses imbibisi air yang disebabkan oleh struktur benih (kulit benih) yang keras, sehingga mempersulit keluar masuknya air ke dalam benih. Respirasi yang tertukar, karena adanya membran atau pericarp dalam kulit benih yang terlalu keras, sehingga pertukaran udara dalam benih menjadi terhambat dan menyebabkan rendahnya proses metabolisme dan mobilisasi cadangan makanan dalam benih. Resistensi mekanis kulit biji terhadap pertumbuhan embrio, karena kulit biji yang cukup kuat sehingga menghalangi pertumbuhan embrio. Pada tanaman pangan, dormansi sering dijumpai pada benih padi, sedangkan pada sayuran dormasni sering dijumpai pada benih timun putih, pare dan semangka non biji. Untuk itu perlu dilakukan peretasan terhadap benih agar benih dapat tumbuh dengan baik. Tumbuhan dapat kita kembangbiakan dari biji yang terdapat pada buah. Tetapi tanaman yang bersal dari buah ini akan banyak menimbulkan sifat variasi yang akan tidak sama dengan induknya.

1.2  Tujuan
1.      Untuk mengetahui struktur kecambah dua macam jenis benih dan mengetahui keragaan perkecambahannya.
2.      Untuk melatih mahasiswa agar dapat melakukan uji jejuatan tumbuh (vigor) bibit, dan memahami relevansi uji kedalaman tanam.


BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA


Apabila dikaitkan dengan tujuan pemanfaatanya, biji mempunyai dua pengertian, yaitu biji dan benih. Biji mempunyai makna yang lebih luas dari pada benih. Biji dapat digunakan untuk bahan pangan, pakan tenak (hewan), atau bahan untuk ditanam selanjutnya. Sedangkan benih adalah biji terpilih yang hanya digunakan untuk penanaman selanjutnya dalam rangka untuk mengembangkan tanaman atau memproduksi biji baru (Ashari,1995).
Tanaman baru yang berasal dari biji (benih), umumnya akan serupa dengan tanaman induknya, apabila tidak terjadi intervensi tepung sari asing yang tidak diinginkan jatuh pada stikma(kepala putik). Suatu perkecualian yang terjadi pada beberapa jenis tanaman seperti pada beberapa spesies rumputan dan Citrus, dimana dihasilkan biji (asexual seed), aparatus (egg apparatus). Jadi di sini tidak terjadi pembuahan antara telur dan sperma (fertilization); juga tidak terjadi campuran sifat dari tepung sari (ayah) dan sel telur (mother sell) atau telur. Pada keadaan seperti ini, embrio seluruhnya dibentuk dari sel tanaman induk. Karena itu sifat keturunannya identik dengan sifat tanaman induk (Kamil, 1979).
Penyapihan dilakukan setelah bibit tumbuh setinggi 5-10 cm untuk tanaman berbiji kecil dan 15-20 cm untuk tanaman berbiji besar. Sebelum dipindahkan, lakukan penyeleksian bibit terlebih dahulu. Hanya bibit yang tumbuh subur dan kekar dengan perakaran lurus yang dipindahkan. Sementara itu, bibit yang tumbuh lambat, kerdil, tidak sehat dan perakarannya bengkok sebaiknya dibuang. Pemindahan dilakukan dengan mengangkat bibit secara hati hati dari persemaian beserta media yang ada di sekitar perakarannya. Usahakan tidak ada akar bibit yang putus atau rusak agar kondisinya tetap baik saat ditanam di media sapih. Untuk bibit yang tumbuh di bedeng semai tidak perlu dipindahkan semuanya, hanya untuk penjarangan. Sementara itu, sisanya tetap dibiarkan tumbuh di bedeng semai dan disampih sampai cukup besar untuk disambung, diokulasi, atau ditanam di lahan. Bibit yang tumbuh secara individual di dalam polibag tidak perlu dipindahkan sampai siap tanam di lahan (Redaksi Agromedia,2007).
Bahwa keadaan lingkungan di lapangan itu sangat penting dalam menentukan kekuatan tumbuh bibit adalah sangat nyata dan perbedaan kekuatan tumbuh bibit dapat terlihat nyata dalam keadaan lingkungan yang kurang menguntungkan. Di samping itu kecepatan tumbuh bibit dapat pula menjadi petunjuk perbedaan kekuatan tumbuh. (Harjadi, 1979)
Dalam ilmu teknologi benih yang dimaksud dengan bibit adalah tumbuhan muda yang makanannya tergantung kepada persediaan bahan makanan yang terdapat dalam biji. Pada kondisi menguntungkan suatu biji akan berkecambah. Apabila biji tersebut akan dikecambahkan pada medium tanah akan terjadi suatu peristiwa dimana bibit muncul diatas permukaan tanah. Berdasarkan letak cotyledon atau scutellum terhadap permukaan tanah maka didapat 2 tipe bibit yaitu epigeal dan hypogeal (Hasbi, 2000).
Komponen biji adalah struktur lain di dalam biji yang merupakan baagian dari kecambah, seperti calon akar (radicle), calon daun/batang (plumule) dan sebagainya. Sebelum embrio memulai aktivitasnya, selalu didahului dengan proses fisiologis hormon dan enzim. Dengan demikian,  ada dua jenis aktivitas yaitu aktivitas morfologi dan aktivitas kimiawi. Aktivitas morfologi ditandai dengan pemunculan organ-organ tanaman seperti akar, daun dan batang. Sedangkan aktivitas kimiawi diawali dengan dengan aktivitas hormon dan enzim yang menyebabkan terjadinya perombakan zat cadangan makanan seperti kaarbohidrat, protein, lemak dan sebagainya. Proses kimiawi berperan sebagai penyedia energi yang akan digunakan dalam proses morfologi, dengan demikian kandungan bahan kimia yang terdapat dalam biji merupakan faktor yang sangat menentukan dalam perkecambahan biji (Ashari, 1995).
Ada dua peristiwa yang terjadi pada masa perkecambahan yaitu infiltrasi air merupakan peristiwa masuknya air menembus kulit biji hingga ke dalam biji dan imbibisi melalui sel-sel aleuron, air yang masuk kedalam biji diserap oleh zarrah-zarrah koloig sehingga terjadi pembengkakan. Kulit gabah yang tidak dapat menahan desakan dari dalam akan pecah sehingga calon akar dan  calon batang yang terdapat pada ujung benih akan keluar. Akan yang tumbuh memanjang akan diikuti oleh pertumbuhan batang (Kanisius,1990).
Tumbuhan yang masih kecil, belum lama muncul dari biji dana masih hidup dari persediaan makanan yang terdapat dalam biji (Tjitrosoepomo, 1985).
Epigeal terjadi apabila perbentangan luas batang dibawah daun lembaga atau hipokotil sehingga mengakibatkan daun lembaga kotiledon ke atas tanah. Sedangkan hypogeal terjadi apabila pembentangan luas batang teratas atau epikotil sehingga daun lembaga ikut tertarik ke atas tanah tetapi kitoledon tetap dibawah tanah (Pratiwi, 200).
Proses metabolism perkecambahan :
1.         Tahap pertama : Dimulai dengan proses penyerapan air oleh benih, melalui kulit benih dari hidrasi protoplasma.
2.         Tahap kedua : Dimulai dengan kegiatan enzim dan sel serta naiknya tingkat respiorasi benih.
3.         Tahap ketiga : Terjadi penguraian bahan-bahan seperti karbohidrat, lemak dan protein menajdi bentuk-bentuk yang terlarut dan ditranslokasikan ke titik tumbuh.
4.         Tahap keempat : Asimilasi dari bahan-bahan yang telah diuraikan tadi didaeraah meristematik untuk mengahsilkan energy bagi pembentukan komponen dan pertumbuhan se-sel baru.
5.         Tahap kelima : Pertumbuhan dari kecambah melalui proses pembelahan, pembesaran, dan pembagian sel-sel pada titik-titik tumbuh (Sutopo, 2002).
Perbanyakan duku dengan biji mempunyai tingkat keberhasilan cukup tinggi, Tetapi tanaman membutuhkan waktu cukup lama untuk berbuah. Mendiola (1922) dan Polo (1926) menyatakan, pertumbuhan bibit duku asal biji sangat lambat, terutama setelah berumur 1−2 tahun. Gusniwati (2001) juga menyatakan, perbanyakan bibit duku dengan biji memiliki beberapa kelemahan, yaitu masa tanaman belum menghasilkan cukup lama, sekitar 20−25 tahun, dan tanaman yang dihasilkan tidak selalu sama dengan induknya (Supriatna, 2010).
Persemaian merupakan titik awal yang menentukan keberhasilan pembangunan hutan tanaman. Pengadaan bibit melalui persemaian ini mengandung berbagai permasalahan, diantaranya permasalahan penyakit. Beberapa patogen umumnya menyukai anakan semai karena kondisi fisiologisnya yang sangat lemah dan rapuh. Baker (1950) menggambarkan kondisi fisiologis tanaman sebelum mencapai pertumbuhan yang mantap yaitu, tingkat sukulen, yang berlangsung beberapa minggu, mulai dari saat munculnya benih di atas permukaan tanah hingga hipokotil mengeras. Tingkat juvenil, yaitu mulai mengerasnya hipokotil hingga periode yang tidak tertentu, yang tergantung pada kondisi lingkungan anakan tersebut (Anggraeni, 2009).
Dalam rangka perbanyakan pohon-pohon terseleksi di kebun benih telah dilakukan penelitian teknik perbanyakan vegetatif, dengan hasil yang memuaskan. Pembiakan vegetatif sangat diperlukan karena bibit hasil pengembangan secara vegetatif merupakan duplikat induknya sehingga mempunyai struktur genetik yang sama (Na’iem, 2000). Keuntungan lain dari pembiakan secara vegetatif adalah untuk pembangunan kebun benih klon, bank klon dan perbanyakan tanaman yang penting dari hasil kegiatan pemuliaan seperti hibrid yang steril atau tidak dapat bereproduksi secara seksual serta perbanyakan masal tanaman terseleksi (Khan, 1993). Demikian pula Campinhos (1993) menyampaikan bahwa penggunaan teknik pembiakan vegetatif pada tanaman hutan diperlukan untuk konservasi genetik dan meningkatkan tingkat ketelitian pada uji genetik dan non genetik atau mengurangi eror variasi (Adinugraha, 2007).
Pengujian viabilitas dan vigor benih di laboratorium menggunakan tolok ukur daya berkecambah (DB), kecepatan tumbuh relatif (KCT relatif ), indeks vigor (IV), laju pertumbuhan kecambah (LPK), accelerated ageing (AA) dan uji TZ. Pada pengujian TZ, benih dilembapkan dalam kertas basah selama 18 jam pada 20oC. Selanjutnya benih direndam dalam larutan tetrazolium klorida 1% dalam buffer fosfat selama 6 jam, 30oC pada kondisi gelap (ISTA, 2003). Pengamatan dilakukan dengan mengelompokkan benih sesuai dengan pola topografi pewarnaan yang terbentuk. Dihitung persentase jumlah benih dalam tiap pola. Pengujian-pengujian tersebut menggunakan 50 benih dengan delapan ulangan (Dina, 2007).




BAB 3. METODOLOGI
3.1.Tempat dan Waktu
Praktikum Struktur Pertumbuhan Bibit dan Uji Kedalaman Tanam dilakukan di Laboratorium Produksi Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Jember pada hari Kamis tanggal 15 Maret 2012 pukul 14.00 WIB sampai selesai.

3.2.Alat dan Bahan
3.2.1.      Alat
1.      Substrat tanah
2.      Substrat pasir
3.      Bak pengecambah
4.      Penggaris
5.      Hand sprayer penyemprot air

3.2.2.      Bahan
1.      Benih monokotil (padi atau jagung)
2.      Benih dikotil (kakao atau kacang tanah)

3.3.Cara Kerja
1.      Membuat media tanam berupa campuran tanah top soil dan pasir perbandingan 1 : 1, kemudian dibersihkan dan diayak halus.
2.      Masukkan campuran media tanam kedalam bak pengecambah hingga ½ -  2/3 tinggi bak (untuk kedalaman 2,5 – 7,5), siam sampai kelembapan secukupnya.
3.      Tanam 20 -25 butir benih monokotil (jagung atau padi) sebanyak 20 – 25 benih dan dikotil (kakao atau kacang tanah) dengan kedalaman 2,5 ; 5,0 dan 7,5 cm dalam tiga ulangan.
4.      Tutup benih yang telah ditanam dengan campuran tanah lembab yang sama setinggi kedalaman tanam.
5.      Setiap bak pengecambahan ditanam satu macam jenis benih dengan kedalaman tertentu (sesuai perlakuan) sebanyak tiga lajur (3 ulangan). Jangan lupa untuk menjaga kelembapan substrat setiap saat.

DAFTAR PUSTAKA
Adinugraha, Hamdan Adma.,dkk. 2007. Pertumbuhan Stek Pucuk dari Tunas Hasil Pemangaksan Semai Jenis Eucalyptus pellita F. Muell di Persemaian. Jurnal Pemuliaan Tanaman Hutan Vol.1 No.1:1-2

Anggaeni, Ila., dkk. 2009. Pengendalian Cylindrocladium sp. Penyebab Penyakit Lodoh Pada Bibit  Acacia mangium Wild Dengan Fungsi Antagonis  Trichoderma sp. dan Gliocladium sp. Jurnal Penelitian Hutan Tanaman Vol.6 No.4:2

Ashari, S. 1995. Holtikultura Aspek Budidaya. Jakarta : Universitas Indonesia.

Dina, dkk. 2007. Pola Topografi Pewarnaan Tetrazolium sebagai Tolok Ukur Viabilitas dan Vigor Benih Kedelai (Glycine max L.Merr.) untuk Pendugaan Pertumbuhan Tanaman di Lapangan. Jurnal Bul. Agron 35(2):2

Hasbi, R.2000. Teknologi Benih.Jakarta:Bumi Aksara.

Harjadi. 1979. Koperasi Pemasaran Hortikultura: Keberhasilan dan Kendala. Media Komunikasi dan Informasi. April No. 16 Vol. IV, hal. 31.

Kamil, Jurnalis. 1979. Teknologi Benih I. Padang : Angkasa Raya

Kanisuis, A. A.1990.Budidaya Tanaman Padi.Yogyakarta:Kanisius.

Pratiwi. 2000. Biologi. Jakarta : Erlangga

Redaksi Agromedia. 2007. Kunci Sukses Memperbanyak Tanaman. Agromedia Pustaka. Jakarta. Cet. Ke-3 2008.

Supriatna, Ade., dkk. 2010. Teknologi Pembibitan Duku dan Prospek Pengembangannya. Jurnal Litbang Pertanian 29(1):2

Tjitrosoepomo, Gembong. 1985. Morfologi Tumbuhan. Yogyakarta : UGM Press